Indonesia Jadi Lokasi Uji Klinis Vaksin TBC Baru, Ini Kata Pakar UNAIR

Uji Klinis Vaksin TBC Baru di Indonesia / Pixabay

TASIKNET – Jagat dunia maya kembali diramaikan oleh kabar soal uji coba vaksin TBC (Tuberkulosis) yang akan dilangsungkan di Indonesia. Vaksin yang dikembangkan oleh sebuah perusahaan bioteknologi asal Amerika Serikat dan didanai oleh filantropis dunia, Bill Gates, rencananya akan memasuki fase uji klinis tahap tiga di Tanah Air.

Keputusan menjadikan Indonesia sebagai lokasi uji coba bukan tanpa alasan. Negara ini saat ini menduduki peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus TBC, menjadikannya target relevan untuk penelitian lapangan.

Namun, di balik optimisme terhadap pengembangan vaksin ini, masyarakat masih menyimpan tanya: seberapa amankah vaksin tersebut?

Jawaban dari Pakar Imunologi

Menjawab kekhawatiran tersebut, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Prof. Dr. Fedik Abdul Rantam, drh., memberikan penjelasan yang menenangkan. Menurut pakar virologi dan imunologi ini, vaksin yang akan diuji di Indonesia termasuk ke dalam kategori vaksin sub-unit, yaitu vaksin yang hanya menggunakan bagian tertentu dari protein bakteri penyebab TBC.

“Protein yang digunakan merupakan hasil isolasi dari dua jenis antigen, yakni MTB32A dan MTB39A, yang berasal dari Mycobacterium tuberculosis. Keduanya dikombinasikan dan dipadukan dengan adjuvan untuk meningkatkan respons imun tubuh,” jelas Prof. Fedik.

Komposisi Vaksin dan Tingkat Keamanannya

Vaksin yang diberi nama M72 ini tidak dikembangkan dari keseluruhan bakteri, melainkan dari bagian tertentu yang mampu merangsang pembentukan antibodi. Itulah mengapa vaksin ini dikategorikan sebagai vaksin sub-unit — jenis vaksin yang secara umum memiliki efek samping lebih ringan dibandingkan jenis vaksin konvensional.

Untuk memperkuat respons imun, M72 dilengkapi dengan adjuvan bernama AS01E. Zat ini berasal dari dua komponen utama: hasil pemurnian lemak dan ekstrak tanaman Quillaja saponaria asal Chile, dikenal dengan QS21. Kombinasi ini diyakini mampu meningkatkan efektivitas vaksin terhadap infeksi TBC yang masih menjadi masalah besar di negara berkembang.

See also  KPK Terima 802 Laporan Gratifikasi Lebaran 2025, Total Rp 506 Juta

“Adjuvan berfungsi sebagai pemacu agar tubuh memberikan respons imun yang lebih kuat dan tahan lama,” tambah Prof. Fedik.

Uji Klinis Tahap Tiga dan Aspek Etis

Sejauh ini, vaksin M72 telah melewati dua fase uji klinis dan menunjukkan hasil menjanjikan. Fase ketiga yang akan dilakukan di Indonesia bertujuan untuk menguji efektivitas vaksin dalam populasi lebih luas dan dalam kondisi nyata.

“Uji klinis tahap akhir ini dilakukan pada individu yang belum terinfeksi TBC. Hal ini penting untuk memastikan bahwa respons tubuh benar-benar berasal dari paparan vaksin, bukan dari infeksi sebelumnya,” jelas Prof. Fedik.

Ia juga menegaskan bahwa proses uji klinis diawasi ketat oleh lembaga etika medis dan badan pengawas obat internasional. Sehingga, kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atau pelanggaran etis sangat kecil.

Efek Samping yang Masih Dalam Batas Wajar

Terkait kekhawatiran efek samping, Prof. Fedik mengatakan bahwa tidak ada vaksin yang benar-benar bebas dari efek samping. Namun, selama reaksi yang muncul masih tergolong ringan seperti mual, pusing, atau kelelahan, vaksin tetap dianggap aman.

“Efek samping ringan bisa terjadi, itu normal. Tapi jika muncul reaksi serius seperti gangguan organ atau bahkan kematian, maka uji coba akan dihentikan segera,” tegasnya.

TBC Masih Jadi Beban Global

Sebagai informasi, TBC masih menjadi salah satu penyakit mematikan di dunia. Menurut data WHO, Indonesia mencatat sekitar satu juta kasus TBC aktif setiap tahun. Angka ini menjadi tantangan besar dalam upaya pemerintah untuk menurunkan angka penularan dan kematian akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan ini.

Dengan hadirnya vaksin M72 dan keterlibatan Indonesia dalam proses pengembangannya, harapan untuk menekan penyebaran TBC kian terbuka. Namun, transparansi, pengawasan ketat, serta edukasi publik tetap menjadi kunci agar proses uji klinis ini tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.

See also  Kejagung Sita Rp11 Triliun dari Wilmar Group Terkait Kasus Korupsi Ekspor CPO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *